Jumat, 29 November 2013

Pembuatan Preparat Wholemount Fetus Tikus Putih (Rattus sp.)



Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui susunan tulang rawan dan tulang keras fetus tikus putih (Rattus sp.) berdasarkan perbedaan penyerapan terhadap zat warna. Preparat whoulemount digunakan untuk melihat preparat secara keseluruhan tanpa pengirisan. Metode ini biasa di gunakan untuk specimen yang masih dalam tahap perkembangan (pada embrio/fetus yeng berukuran kecil).
Tahap pertama adalah pembedahan, abdomen dibedah lalu fetusnya di keluarkan. Fetus ini kemudian di fiksasi dengan alcohol 95% hingga fetus melunak. Fiksasi bertujuan untuk mempertahankan struktur fetus, menghindari pembusukan oleh bakteri dan menudahkan pengabsorbsian zat warna. Fiksasi dilakukan selama 1-4 hari.
Tahap selanjutnya adalah viscerasi yaitu pembuangan organ dalam , kulit, dan jaringan lemak dengan pinset. Tujuan dari viscerasi adalah untuk mempermudah penyerapanzat warna ke dalam tulang. Setelah di viscerasi fetus dimasukkan ke dalam aseton selama + 24 jam untuk melarutkan lemak yang masih menempel pada tulang.
Setelah itu, tahap selanjutnya adalah staining (pewarnaan). Pewarna yang digunakan adalah pewarna ganda yaitu alcian blue dan alizarin red S. Komposisi pewarna ini adalah alcian blue 0,3% dalam etanol 70% (1 bagian), Alizarin red S 0,1 % dalam etanol 95% (1 bagian), asam asetat glacial (1 bagian), dan etanol 70% (1 bagian). Penggunaan pewarna ganda ini karena tulang fetus tersusun dari beberapa jenis tulang (tulang rawan dan tulang keras), masing-masing akan memiliki afinitas yang berbeda dalam penyerapan zat warna sehingga akan terlihat perbedaan jenis tulang tersebut. Kartilago (tulang rawan) akan terwarnai oleh alcian blue yang merupakan zat warna basa yang akan memberikan warna biru pada tulang, sedangkan alizarin red S bersifat asam yang akan memberikan warna merah pada osteum (tulang kera). Mekanisme pewarnaan ini terjadi karena muatan saling berikatan. Pada alizarin red S yang bersifat asam akan melepaskan muatan positif, sedangkan ostium yang bersifat basa akan melepaskan muatan negative sehingga osteum dapat mengikat zat warna dari alizarin red S tersebut. Begitu juga pada pewarna alcian blue dengan kartilago. Kartilago yang bersifat asam akan mengikat zat warna alcian blue yang bersifan basa. Asam asetat glacial dalam pewarnaan ini berfungsi untuk mencegah pengerasan pada jaringan dan membentu mempercepat penetrasi zat warna. Staining dilakukan selama + 24 jam.
Tahap selanjutnya adalah washing (pencucian), dilakukan dengan air yang mengalir beberapa kali hingga bersih. Air merupakan senyawa polar sehingga akan menarik cairan yang terserap fetus serta akan mengembalikan keadaan jaringan ke kondisi semula. Fungsi dari proses washing adalah untuk membersihkan sisa-sisa zat warna.
Setelah selesai, tahap selanjutnya adalah clearing (penjernihan) dengan KOH 1 % selama 1 hari hingga jaringan yang membungkus tulang rangka (skeleton) menjadi transparan. Clearing yang dilakukan terlalu lama dapat menyebabkan tulang hancur. Fetus selanjutnya disimpan dalam larutan gliserin supaya lebih awet, sehingga fetus diadaptasikan secara berturut-turut dalam larutan KOH 1 % : gliserin (3:1), kemudian larutan KOH 1% : gliserin (1:1), kemudian larutan KOH 1% : gliserin (1:3). Masing-msing selama 1 jam. Terakhir disimpan dalam gliserin 100%, lalu di amati perbedaan penyerapan warnanya.
Pada preparat tulang keras berwarna merah, sedangkan tulang rawan berwarna biru kehijauan. Tulang rawan terletak pada persambungan antara tulang-tulang pendek ekstemitas ekor dan persendian.

Pembuatan Preparat Gosok Tulang



Pembahasan; Percobaan ini bertujuan untuk membuat preparat gosok tulang femur kambing (Capri sp.) Secara maserasi. Metode gosok cukup efektif untuk membuat preparat tulang jika dibandingkan dengan metode dekalsifikasi (metode Irisan). Hal ini tulang bersifat keras sehingga jika dilakukan pengirisan akan sulit dan hasilnya tidak dapat sempurna.
                Prosedur pembuatan preparat ini adalah mula-mula tulang femur yang telah dibersihkan di gergaji dengan tebal + 0,5 cm kemudian potongan tersebut ditipiskan dengan cara digosok-gosokkan pada amplas kasar hingga potongan tersebut sulit untuk ditipiskan lagi, selanjutnya keping tulang tadi di pindahkan ke amplas halus secara hati-hati dengan kuas lalu digosok-gosokkan di atas amplas halus tersebut hingga di peroleh keping tulang yang cukup transparan sehingga bagian-bagian tulang nantinya dapat dilihat di bawah mikroskop. Pasa saat menggosokkan tulang di atas amplas halus dilakukan secara hati-hati supaya keeping tulang tidak patah/rusak. Selanjutnya keping tulang yang sudah cukup transparan diletakkan di atas gelas benda kemudian ditetesi dengan enthelan lalu di tutup dengan gelas penutup. Pada pembuatan preparat ini tidak dilakukan staining/pewarnaan karena komponennya dapat di amati secara langsung. Selain itu, dikarenakan sifat tulang yang cukup keras, maka akan sulit untuk menyerap zat warna. Pengamplasan bertujuan untuk menghilangkan kalsium (Ca) dan menipiskan tulang.
Enthelan berfungsi sebagai mounting agent karena sifatnya yang non aquosa sehingga cocok di gunakan untuk penempelan keeping tulang. Selain itu, enthelan memiliki refraksi yang cukup tinggi, tidak berwarna dan bersifat netral sehingga tidak menggangu saat pengamatan di bawah mikroskop.
Dari gambar yang diperoleh terlihat bagian-bagian sebagai berikut:
1.       Kanali havers: Sebuah saluran di pusat yang terpulas hitam karena adanya artefak, mengandung pembuluh darah, cairan limfe, saraf dan jaringan ikat longgar. Dikelilingi oleh 4-20 lamela konsentris. Kanali havers berhubungan dengan rongga sumsum, periosteum, dan saling berhubungan melalui saluran Volkmann yang berjalan melintang/menyerong.
2.       Lamela havers: lapisan tipis berbentuk lingkaran yang mengelilingi kanali havers. Diantara  lamela havers terdapat lakuna yang berisi osteosit.
3.       Lamela interstitial: bagian yang berada diantara system havers.

Pada jaringan tulang tersebut secara khas tampak serat-serat kolagen tersusun dalam lamel yang parallel satu sama lain atau tersusun konsentris mengelilingi kanal vaskuler. Kompleks semuanya terdiri atas lamel-lamel tulang konsentris mengelilingi saluran yang disebut Sistem Havers atau osteon. Lakuna yang berisi osteosit terdapat diantara lamel-lamel dan kadang-kadang di dalam lamel. Tiap system havers terdapan endapan materi amorf yang disebut substansial semen yang terdiri atas matriks bermineral dengan sedikit serat kolagen. Osteosit yang berada di dalam lacuna merupakan sel tulang yang berasal dari perkembangan osteoblast yang tersusun sebagai cincin konsentris di dalam lamela.

Pembuatan Preparat Irisan Dengan Metode Parafin



Tujuan percobaan ini adalah membuat preparat irisan organ hepar, intestinum, dan ren pada mencit (Mus musculus) melalui penyelubungan dengan media paraffin. Pada dasarnya metode irisan ada 2 macam yaitu metode irisan dengan tangan dan metode irisan dengan mikrotom. Dengan metode mikrotom hasil irisan lebih tipis dan ketebalannya dapat disesuaikan dengan keinginan.
Tahap awal dari percobaan ini adalah narcose (pembiusan), setelah dibius kemudian dilakukan sectio (pembedahan) untuk diambil hepar, intestinum, dan ren-nya.Organ yang sudah diambil kemudian dimasukkan ke dalam garam fisiologis (NaCl 0.9%), tujuannya adalah untuk mempertahankan sel dalam jaringan agar tidak mudah rusak dan membersihkan organ tersebut dari kotoran, darah, maupun rambut-rambut yang masih menempel. Masing organ dipotong dengan ukuran tertentu lalu potongan organ dimasukkan ke dalam larutan fiksatif bouin. Larutan fiksatif ini mengandung asam pikrat jenuh, aquades 75 ml, asam asetat glacial 5 ml, dan formalin 40% 5 ml. Larutan ini dapat melakukan penetrasi dengan cepat sehingga nucleus dan jaringan akan terpulas dengan baik.Tetapi perendaman ini tidak boleh terlalu lama karena akan menyebabkan jaringan menjadi rapuh atau sulit di iris. Fiksasi bertujuan untuk mencegah autolysis dan pembusukan oleh bakteri serta mempertahankan bentuk sel. Asm pikrat dalam dalam larutan bouin berfungsi sebagai zat warna yang akan menberikan warna kuning dalam jaringan. Langkah selanjutnya adalah washing dengan alcohol 70% yang berfungsi untuk menghilangkan warna kuning pada organ setelah fiksasi.
Langkah selanjutnya adalah dehidrasi yang bertujuan untuk menghilangkan molekul air dan menggantinya dengan molekul alcohol. Molekul air harus ditarik keluar karena paraffin dan air tidak dapat bercampur. Dehidrasi delakukan dengan alcohol bertingkat. Tujuannnya adalah agar tidak ada perubahan secara tiba-tiba terhadap sel yang dapat menyebabkan kerusakan struktur sel. Proses ini dilakukan + 30 menit setiap kali perendaman. Jika dilakukan terlalu lama dapat menyebabkan pengerasan pada jaringan.
Langkah selanjutnya adalah clearing, bertujuan untuk menjernihkan potongan jaringan. Dalm proses ini menggunakan toluol. Toluol dapat bercampur dengan paraffin maupun dehidran (alcohol). Kelebihan dari penggunaan toluol adalah perosesnya cepat dan hasilnya bagus (jernih), namun jikaterlalu lama dapat mengeraskan jaringan. Clearing disebut juga dealkoholisasi jika dehidrannya alcohol.
Proses selanjutnya adalah infiltrasi yaitu penyisipan cairan paraffin ke dalam jaringan.Tujuan dari proses ini adalah untuk mengadaptasikan dengan media paraffin. Caranya adalah masukkan organ ke dalam larutan xylol:paraffin (1:1) selama 1 jam di dalam oven dengan suhu 55°-60°C. Jika infiltrasi dilakukan di bawah suhu 55°C maka paraffin cair akan cepat membeku dan jika dilakukan pada suhu di atas 60°C maka organ dapat matang. Setelah itu, organ dimasukkan ke dalam larutan paraffin I, paraffin II, dan paraffin III masing-masing selama 30 menit. Pemindahan harus dilakukan secara cepat agar paraffin tidak membeku.
Proses selanjutnya adalah embedding (penanaman jaringan ke dalam blok paraffin), saat penanaman perlu diperhatikan posisi dari organ, apakah tujuannnya ingin mendapatkan penampang melintangnya atau penampang bujurnya. Pada organ intestinum di tanam dalam posisi berdiri karena akan dibuat penampang melintangnya, sedangkan untuk hepar dan ren dalam diletakkan sembarang karena struktur selnya sama di semua sisi. Pada cetakan dituang sedikit paraffin setelah itu diletakkan organnya kemudian dituang parafinnya dan diletakkan kaset parafinnya. Setelah itu di diamkan dan di masukkan ke dalam freezer agar paraffin cepat mengeras. Setelah itu blok paraffin di lepas dari cetakannya.
Langkah selanjutnya yaitu sectioning dengan mikrotom. Dilakukan dengan cara menempatkan kaset paraffin pada holder mikrotom kemudian ketebalan ditentukan pada ukuran 6µm, setelah siap baru dilakukan mikrotoming hingga semua potongab organ pada paraffin teriris. Hasil dari proses mirotoming di tamping dengan kertas dan irisan-irisan ini disebut coupes. Hasil mikrotoming terkadang terlihat menggulung dan pecah, hal ini kemungkinan disebabkan kerena proses infiltrasi kurang sempurna atau karena proses embedding kurang tepat.
Proses selanjutnya adalah affixing yaitu penempelan coupes pada gelas benda. Sebelum dilakukan affixing gelas benda dibersihkan terlebih dahulu kemudian diolesi dengan albumin meyer. Komposisi albumin meyer adalah albumin telur 50 ml, gliserin 50 ml, dan natrium salisilat 1 gr. Albumin meyer berfungsi untuk merekatkan coupea dengan gelas benda. Jika coupes terlihat mengkerut, maka sebelum diletakkan di atas gelas benda coupes-coupes ini diletakkan terlebih dahulu di atas air hangat untuk menghilangkan kerutan. Kemudian setelah coupes lurus baru diambil dengan gelas benda secara langsung, dimana gelas benda terlebih dahulu di olesi dengan albumin meyer. Diusahakan coupes berada tepat di tengah-tengah gelas benda agar nantinya mudah diamati.
Proses selanjutnya adalah deparafinasi yang bertujuan untuk menghilangkan paraffin yang masih menempel. Untuk menghilangkannya di gunakan xylol karena xylol dapat melarutkan paraffin. Deparafinasi dilakukan melalui 2 tahap yaitu merendam preparat dalam larutan xylol I selama 15 menit dan larutan Xylol II selama 5 menit. Hal ini bertujuan agar paraffin benar-benar hilang.
Tahap selanjutnya adalah Staining (pewarnaan), pewarna yang di gunakan yaitu HE (Hematoxylin Eosin). Hematoxilin akan mewarnai inti sel menjadi ungu atau merah sedagkan Eosin akan mewarnai sitoplasma sitoplasma menjadi merah muda. Hematoxylin merupakan pewarna suksedan yaitu  zat warna yang diberikan secara bergantian (terpisah). HE merupakan pewarna yang bersifat asam sehingga dapat terjadi pewarnaaan regresif. Oleh karena itu, sebaiknya digunakan deferensiator basa yaitu bahan yang bersifat alkali, dalam hal ini digunakan Hematoxylin Ehrlich yang mempunyai komposisi Hematoxylin (0,67 gr), alcohol absolute (33 ml), akuades (33 ml), gliserol (33 ml), dan asam asetat glacial (3,3 ml). Hematoxylin yang paling baik digunakan adalah pada saat warnanya ungu karena pada saat itu hematoxylin baru teroksidasi sebagian. Hematin pada Hematoxylin mempunyai afinitas kecil terhadap jaringan Gliserin yang terkandung dalam Hematoxylin Ehrlish yang berguna untuk mencegah overstain dan memperlambat proses pewarnaan. Sedangkan asam asetat glacial berfungsi untuk menaikkan intensitas zat warna serta mencegah pewarnaan komponen sitoplasma. Alkohol absolute serta akuades membantu proses ripening dari hematoxylin.
Eosin adalah zat warna golongan xantine yang mempunyai molekul yang terdiri dari molekul guinonoid yang dihubungkan oleh cincin nonquinonoid oleh atom C dan O. Eosin digunakan sebagai background stain atau counter stain yaitu zat warna yang berfungsi untuk memberikan warna kontras dengan zat warna yang diberikan lebih dahulu. Jika eosin diberikan dalam konsentrasi yang tinggi akan menghilangkan warna dari zat warna basa.
Tahapan pewarnaan yaitu mula-mula jaringan dibawa ke alcohol bertingkat dari tinggi ke rendah, yakni alcohol 96%, 90%, 70%, 60%, masing-masing cukup 1 celupan. Kemudian dimasukkan ke dalam akuades. Tahap ini bertujuan untuk pengadaptasikan jaringan ke kondisi basa karena sifat hematoxylin adalah basa. Setelah dimasukkan ke aquades langkah selanjutnya adalah dimasukkan ke dalam larutan Hematoxylin selama + 5 detik, jika terlalu lama warna akan sangat pekat dan menyebabkan sulit dibersihkan, selain itu dapat menyebabkan jaringan menjadi keras akibat oksidasi hematin. Kemudian dibersihkan dengan air yang mengalir selama 10 menit. Langkah selanjutnya yaitu pewarnaan dengan Eosin, mula-mula dimasukkan ke dalam aquades lalu dimasukkan ke alcohol bertingkat dari rendah ke tinggi,yaitu 60%, 70%, hal ini bebagai bentuk pengadaptasian ke kondisi eosin 2 % dalam alcohol 70 % lalu dimasukkan ke dalam pewarna eosin selama 3 menit. Tahap selanjutnya dimasukkan ke dalam alcohol 70%, 80%, 90%, dan 96% masing-masing 1 celupan. Kemudian di rendam ke dalam xylol selama 15 menit untuk proses penjernihan (clearing).
Langkah selanjutnya adalah mounting dengan menggunakan enthelan. Enthelan bersifat non aquosa dan larut dalam xylol. Enthelan dipilih sebagai mounting agen karena dapat merekatkan jaringan ke gelas benda dan penutup, mempunyai indeks refraksi  yang cukup tinggi, tidak berwarna, dan bersifat netral serta non aquosa sehingga tidak merusak jaringan.
Tahap terakhir adalah labeling yaitu memberikan keterangan preparat, dengan cara di tempel pada salah satu sisi gelas benda. Ditulis jenis penampangnya, nama organ, nama spesies, dan pewarnaan dan perbesarannya berapa.

Rabu, 27 November 2013

DNA (Deoxyribonucleic acid)



DNA merupakan pembawa keturunan (heredity materials) pada manusia dan hampir semua organisme. DNA atau dikenal dengan asam deoksiribonukleat terletak di inti sel. Peran DNA sebagai materi genetik adalah DNA menyimpan cetak biru (blue print) segala aktivitas sel, ini berlaku tidak hanya pada manusia, tetapi juga pada hewan, bakteri, dan organisme yang lain kecuali virus karena virus tidak termasuk organisme.
Pada umumnya DNA terletak pada inti sel yang disebut nuclear DNA dan sebagian kecil terdapat di mitokondria dan disebut mitochondrial DNA. Informasi di dalam DNA disimpan dalam simbol kode yang dibentuk dari empat rangka kimia, yaitu adenine (dengan symbol A), guanine (dengan symbol G), Cytocine (dengan symbol C), dan thyamine (dengan symbol T). DNA manusia terdiri dari 3 milyar rangka dan lebih dari 99%-nya adalah sama pada setiap orang. Susunan rangka-rangka inilah yang membedakan informasi dalam pembentukan dan pemeliharaan organism. Sama seperti kita menyususn huruf-huruf dan alphabet menjadi kata atau kalimat. Rangka-rangka DNA berpasangan yaitu A dengan T dan C dengan G. Maing-masing rangka terkait dengan sebuah molekul gula dan sebuah molekul fosfat. Satu buah rangka, gula, dan fosfat disebut nucleotide. Nukleotida-nukleotida tersebut terangkai dalam dua jalinan/untaian (strand) panjang, terpilin membentuk spiral; yang disebut double helix atau helix ganda yang bentuknya mirip tangga dengan pasangan rangka membentuk anak tangga dan gugus gula serta gugus fosfat membentuk penyangganya yang vertikal.
Salah satu yang penting dari DNA adalah replikasi atau pelipatgandaan, yaitu memperbanyak diri. Setiap jalinan DNA dalam double helix dapat membuat pola duplikasi dari rangka-rangka. Ini merupakan proses penting karena setiap sel baru harus mempunyai replikasi DNA yang sama dengan sel lama.
Kini DNA sangat penting dalam ilmu forensik, karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang melalui DNA yang terdapat dalam darah, kulit, liur, rambut, maupun sperma orang tersebut. Penggunaan DNA merupakan salah satu teknik paling terpercarya saat ini untuk megidentifikasi pelaku kejahatan.

Sumber; Srikandi waluyo
Nirmala

Pembuatan preparat Apus Darah (smear)


Resim1). Hastanın çevre kanı yayması. Trombosit büyüklüğünde çok küçük eritrositler dikkati çekmektedir. Trombosit sayısı kan sayımı cihazının sonucu ile uyumlu değil.
Prosedur percobaan ini adalah mula-mula jari tengah/jari manis probandus diolesi dengan alkohol 70% yang berfungsi untuk menghindari infeksi/sebagai disinfektan dan juga sebagai vasodilator (melebarkan pembuluh darah) sehingga darah mudah keluar, kemudian jari tersebut ditusuk dengan jarum lanset disposable hingga darah keluar, tetesan yang pertama dan kedua dibuang terlebih dahulu karena biasanya masih banyak mengandung plasma darah yang nantinya dapat menggangu pengamatan dalam pencarian sel-sel darah. Darah pada tetesan berikutnya diletakkan pada gelas benda hingga membentuk lingkaran berdiameter + 3-5 mm kemudian gelas benda yang lain diletakkan di muka tetesan darah lalu di tarik kebelakang sedikit hingga kira-kira di tengah lingkaran darah  sehingga timbul kapilaritas dan darah merata ke kanan dan kiri di atas gelas benda. Sudut yang dibentuk diantara kedua gelas benda kira-kira 45°, hal ini bertujuan supaya pada saat pengolesan membentuk film darah dan tidak terjadi tekanan yang terlalu kuat dimana jika ini terjadi dapat menyebabkan sel darah menjadi rusak/pecah. Setelah gelas benda kedua sudah berada pada posisi membentuk sudut 45° langkah selanjutnya adalah mendorongnya ke ujung gelas benda pertama dengan kecepatan dan kekuatan yang sama sehingga akan diperoleh film darah yang tipis, rata dan tidak terputus. Tebal tipisnya film darah sangat penting diperhatikan karena akan mempengaruhi sitologinya. Idealnya film yang terbentuk harus mampu menunjukkan komponen-komponen darah dengan jelas dan seharusnya tidak menunjukkan adanya tumpang tindih dari sel-sel tersebut.
Langkah selanjutnya setelah film terbentuk, preparat dikeringanginkan lalu difiksasi dengan metal alcohol selama 3 menit. Fiksasi bertujuan untuk mempertahankan bentuk sel-sel darah dan mencegah terjadinya autolysis (rusaknya sel oleh enzim yang disekresikan oleh dirinya sendiri). Dengan fiksasi aktivitas enzim akan dihentikan sehingga pembusukan dapat dihindari. Penggunaan metal alkohol sebagai fiksatif karena larutan ini dapat mengawetkan jaringan, daya penetrasinya cepat dan mampu melarutkan lipid dalam sel serta tidak memerlukan pencucian secara langsung sehingga dapat langsung diamati.
Tahap selanjutnya yaitu pewarnaan yaitu menggunakan larutan Giemsa (metode Romanowski). Pewarna ini merupakan pewarna spesifik untuk mempelajari morfologi sel-sel darah, pewarnaan dilakukan selama 25 menit. Pewarna ini sangat efektif digunakan karena menggunakan bahan pelarut dari metil alkohol juga sehingga tidak perlu diadaptasikan lagi dengan kondisi baru karena sebelumnya fiksasi menggunakan metil alkohol juga. Pengadabtasian ini dilakukan untuk menghindarkan sel dari peristiwa`hemolisis dan dehidrasi.
Tahap selanjutnya yaitu sediaan dicuci dengan aquades yang telah dididihkan, hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa pewarnaan. Aquades yang sudah dididihkan dapat mematikan jamur sehingga dapat menghindari kerusakan preparat.  Langkah terakhir yaitu preparat di keringanginkan dan dilakukan pengamatan dibawah mikroskop.
Adapun sel-sel yang dapat terlihat di bawah mikroskop adalah sebagai berikut:
1.       Sel darah merah (Eritrosit) terlihat bening pada bagian tengahnya karena pada bagian tersebut tidak menyerap zar warna, bagian ini disebut central pale, bentuknya bikonkaf. Sel eritrosit terpulas warna merah muda karena mengandung banyak hemoglobin.
2.       Sel darah putih (Leukosit) umumnya terdapat lima jenis leukosit yang dibagi menjadi 2 yaitu
-          Granulosit   : Neutrofil, Eosinofil, dan basofil
-          Agranulosit : limfosit dan monosit
Pada gambar, leukosit  ditunjukkan dengan sel berwarna ungu namun sulit dibedakan jenis leukositnya. Yang paling banyak ditemukan adalah neutrofil, dimana dalam darah manusia mencapai   40-70% dari semua leukosit yang beredar. Ciri yang paling mencolok dari neutrofil ialah intinya berlobus banyak. Pada Neutrofil wanita, terdapat drum stick yaitu kromososom X yang terdapat dalam bentuk pemukul drum kecil pada salah satu lobus inti.
Leukosit yang lain yaitu eosinofil yang mempunyai ciri-ciri berlobi 2, mempunyai sitoplasma basofil sehingga terpulas merah, mempunyai granula spesifik dan berukuran besar. Basofil memiliki inti besar dengan lobus yang tidak jelas, granula besar dan kasar. Basofil merupakan leukosit yang paling langka ditemukan (< 1 %) dari jumlah leukosit yang beredar dalam darah.
Monosit merupakan sel darah putih terbesar. Monosit ditandai dengan inti yang besar dan eksentris, sitoplasmanya bersifat basofil. Limfosit ciri-cirinya tidak bergranula, merupakan sel terkecil dalam  sel darah putih, sitoplasmanya bersifat basofil. Limfosit mempunyai 2 jenis yaitu limfosit B dan limfosit T.
3.       Trombosit, yaitu keping darah yang bentuknya tidak beraturan, tidak berwarna, tidak berinti, dan berukuran lebih kecil dari eritrosit dan leukosit, serta mudah pecah bila tersentuh benda kasar. Trombosit berperan dalam proses pembekuan darah untuk membentuk darah beku.